Ukiran Jepara, Warisan Pusaka Indonesia


Peninggalan Majapahit yang Masih Menghiasi Rumah Modern
Suarakarya, Rabu, 21 Februari 2007

Kalau saja seorang seniman di era Ma-japahit tidak dimarahi rajanya dan dirinya beserta peralatannya dibuang ke Jepara, Jawa Tengah, mungkin kita tidak akan mengenal ukiran Jepara yang menghiasi produk mebel dan kerajinan tangan lainnya.

Berdasarkan cerita sejarah, ukiran Jepara sudah ada sejak zaman Majapahit. Saat itu ada seorang seniman yang diminta untuk melukis tubuh dan wajah permaisuri raja di media kayu atau mengukir. Ternyata hasil lukisan di kayu tersebut sangat mirip dengan bentuk asli permaisuri. Dan ini bukannya membuat sang raja senang, tapi justru murka, karena ini mengartikan bahwa sang seniman sudah memahami betul secara detil bentuk tubuh dan wajah sang permaisuri.

Karena murkanya, sang raja mengusir seniman dan "melemparkannya" bersama alat-alatnya ke daerah yang kini dikenal Jepara. Sang seniman lantas melanjutkan hidupnya di Jepara dengan menjual produk mebel dan kerajinan tangan lainnya dengan ciri khas ukiran kayu.

Kini tidak hanya di rumah atau gedung, kantor dan tempat-tempat lainnya di dalam negeri, ukiran khas Jepara di produk mebel dan kerajinan tangan sudah melanglangbuana. Bahkan nilai keindahan dan estetika ukiran Jepara tersebut membuat produsen mebel dan kerajinan tangan dari manca negara iri.

Masih eksisnya ukiran Jepara hingga saat ini, karena tidak pernah ada kesamaan di antara produknya. Antara produk ukiran satu dengan lainnya mungkin mirip, tapi tak pernah ada yang sama atau identik. Jadi kalau membeli produk mebel dan kerajinan tangan dengan ukiran Jepara, sama saja dengan mengoleksi produk bernilai seni dan estetika tinggi tanpa ada duanya.

Jadi kalau diproduksi secara massal atau besar-besaran suatu jenis produk ukiran Jepara, maka kita tidak bisa menemukan produk yang sama.

Tentunya ini yang membuat para pencinta produk mebel dan kerajinan tangan terus mencari koleksi-koleksi terbaru dari ukiran Jepara. Baik untuk menghiasi rumah, kantor, gedung atau tempat-tempat lainnya. Karena meski sudah ada sejak zaman Majapahit, ukiran Jepara terus berkembang, baik dari sisi desain, fungsi maupun estetikanya.

Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa hingga kini 80 persen dari warga Jepara masih menekuni kegiatan produksi ukiran Jepara. Dan tidak hanya warga asli Jepara, warga luar Jepara, bahkan asing sudah bergerak di bisnis ukiran Jepara.

"Dari segi desain, proses pembuatan hingga kualitas produk yang tercipta, ukiran Jepara memang belum ada duanya, karena sebuah karya masterpiece. Tidak ada yang bisa membuat atau meniru ukiran Jepara asli sehingga sama," kata Abdul Azis SHI, Office Manager Jepara Trade & Tourism Center saat ditemui Suara Karya, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Sampai saat ini, produksi mebel dan kerajinan tangan ukiran Jepara masih berjalan baik. Bahkan pengrajin dan tempat produksi tidak lagi hanya berdomisili di Jepara, tapi sudah menyebar di kota-kota besar di Indonesia. Meskipun pengrajin dan pengusaha ukiran Jepara tersebut tetap orang asli Jepara.

Menurut Abdul Azis, produsen ukiran Jepara kini menciptakan tiga jenis kualitas ukiran Jepara yang biasa disebut kelas I, II, dan III. Hal ini dilakukan agar ukiran Jepara bisa lebih memasyarakat dan bisa dibeli oleh berbagai kalangan masyarakat.

Selain itu, kalangan pengrajin dan pengusaha juga selalu bersikap "jemput bola" untuk promosi dan sosialisasi tentang ukiran Jepara, sehingga bisa terus dikenal dan diingat masyarakat.

"Hingga saat ini permintaan ukiran Jepara untuk mebel dan kerajinan tangan masih tinggi, baik untuk dalam negeri maupun ekspor. Nilai penjualannya mencapai puluahan miliar dolar AS per tahun. Untuk itu, kita akan terus mengembangkan produk ukiran Jepara ini sehingga bisa terus eksis," tutur Abdul Azis.

Namun untuk semakin memperkokoh kiprah ukiran Jepara ke depan, Abdul Azis berharap ada perhatian serius dan dari pemerintah, baik mulai dari pengadaan bahan baku, permodalan hingga pemasaran dan promosi. Semakin sedikitnya pasokan kayu jati (bahan baku andalan ukiran Jepara) serta informasi peluang akses-akses pasar baru membuat para produsen harus melakukan antisipasi.

Untuk bahan baku, selain kayu jati, pengrajin juga sudah mulai mengolah kayu meranti. Selain itu, para produsen dan pengusaha ukiran Jepara juga terus aktif mencari informasi tentang pameran-pameran serta media ajang promosi lainnya, baik di dalam maupun luar negeri. (Andrian Novery)

Source